Tieng - Persyarikatan Muhammadiyah

Tieng
Tieng
.: Kembali ke PDM Kabupaten Wonosobo

Homepage

Sejarah

PARA PENDIRI BERBASIS PESANTREN NAHDLIYIN

 

          Muhammadiyah Cabang Tieng berlokasi di Desa Tieng Kecamatan Kejajar dengan batas wilayah sebelah barat : Kec. Batur Kab. Banjarnegara, sebelah timur : Kec. Wonoboyo Kab. Temanggung sebelah utara : Kec. Bawang Kab. Batang, sebelah selatan : Kec. Garung Kab. Wonosobo. Dirintis pada tahun 1959 dengan Ketuanya Bp. H.Yusuf merupakan kepemimpinan ke 6 (enam) memiliki 7 (tujuh) Ranting : PRM Al Manshur, Hawariyin, Mujahidin, Darussalam, Al Hikmah, Roki’in. Memiliki ortom : Aisyiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah dan telah memiliki AUM PAUD Qurrota A’yun, TK ABA, SD Muhammadiyah, SMP Muhammadiyah, Pondok Modern Darul Arqom, TPQ An-Nur, Usaha Dagang Surya Utama, Lazismu, Klinik Pratama (dalam proses perijinan). Adapun tokoh-tokoh pendirinya : Bp. Mahfuld, Bp. Muhtadi, Bp. Mughni, Bp. Abu Amar, hampir semuanya berbasis pendidikan di pondok pesantren Nahdhiyin.
          Latar belakang berdirinya PCM Tieng ingin menegakkan Agama Islam diMDesa Tieng dan merasakan lebih cocok berjuang melalui persyarikatan Muhammadiyah, dibanding dengan melalui organisasi lain. Proses perjuangan berdirinya PCM Tieng pada tahun 1959, berdiri cabang Muhammadiyah Kejajar di Desa Tieng. Kemudian pada tahun 1974 atas dasar keputusan rapat bersama, ada pemekaran menjadi Pimpinan Cabang Muhammadiyah Tieng, dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kejajar.
         Reaksi atas berdirinya PCM Tieng dengan berdirinya PCM Tieng hampir tidak ada hambatan, karena antara warga Muhammadiyah dengan warga Nahdhiyyin menjalin kerjasama yang baik, dan sebagian besar masih ada hubungan kekerabatan yang dekat antara Pimpinan Cabang Muhammadiyah dengan Pimpinan Nahdhiyyin.
     Perkembangan PCM Tieng Tahun 1959 : mendirikan MWB (madrasah wajib belajar) ,yang kemudian berubah menjadi SD Muhammadiyah Tieng, Tahun 1971 : mendirikan rumah bersalin ,yang pada tahun 2021 ini sedang dalam proses menjadi klinik pratama, Tahun 1982 : mendirikan Usaha Dagang Surya Utama (UDSU), yang sekarang berubah menjadi Usaha Dagang Surya Sekawan (UDSS), Tahun 1992 : mendirikan SMP Muhammadiyah 06 Tieng, Tahun 2006 : mendirikan LAZISMU, Tahun 2011 : mendirikan Pondok Modern Darul Arqom
          Perkembangan paham muhammadiyah Melalui majelis-majelis taklim yang diselenggarakan PCM Tieng : setiap hari ba’da subuh di Mushola Darussalam dan Masjid Nurul Ummah, setiap hari jum`at di GOR SMP Muhammadiyah 6 Tieng
Permasalahan yang dihadapi dari tahun ke tahun regerenasinya lamban karena banyak angkatan muda yang pindah domisilinya keluar dari desa Tieng , sehingga PCM tieng berusaha semaksimal mungkin dengan kemampuan yang ada, untuk mempertahankan agar Muhammadiyah tetap eksis di desa Tieng.
         Sebuah cerita sejarah dari ketua takmir Musholla Al Muhajirin dalam Visitasi Lomba Kemakmuran Masjid Muhammadiyah Cabang Tieng. Kenapa di Desa Tieng hanya ada satu Masjid dengan banyak musholla dan kenapa Masjid tersebut yang jamaahnya sebagian besar warga NU tapi tata cara jum’atannya sesuai paham Muhammadiyah. Sekitar tahun 1970 di desa Tieng ada 2 ormas Islam yaitu NU dan Muhammadiyah, kedua pendukung ormas saling berebut pengaruh dan paham keagamaan. Pada saat itu ada sebuah masjid yang dibangun pemerintah menjadi ‘rebutan’ siapa yang paling berhak mengelola masjid itu. Kedua belah pihak bersitegang merasa yang paling berhak memiliki masjid itu dan melaksanakan ibadah sesuai paham yang diyakini masing2 akhirnya dilakukan musyawarah tetap saja buntu karena memang paham dan fiqih ibadahnya berbeda, akhirnya dilakukan debat (adu dalil), dalam debat tersebut dalil dari Muhammadiyah yang disampaikan Bapak Ahmad Yasin sulit dibantah. Namun meskipun demikian belum menyentuh inti permasalahan kemudian pemerintahan desa dan kepolisian melakukan mediasi dilakukan musyawarah antara perwakilan dari ormas Islam tersebut, dari NU 5 orang dan dari Muhammadiyah 5 orang. Dalam mediasi itu diputuskan beberapa alternatif : pertama : seperti pernah dilakukan Rasulullah saw mengadakan undian, terkait dengan pelaksanaan sholat jum’at, yang menang akan jum’atan dulu setelah itu gantian, namun dari NU tidak setuju dianggap sholat jum’atannya tidak syah kalau misalnya mereka mendapatkan giliran kedua (jum’atan yang pertama dari Muhammadiyah setelah itu dari NU) alternatif ini tidak dipilih, demikian pula dengan alternatif kedua : Masjid dibongkar, sisa-sisa bongkaran (material) dibagi 2, dari pihak NU juga tidak setuju karena tidak punya lahan untuk membangun masjid. Akhirnya disepakati alternatif yang ketiga : bahwa persoalan adzan 2 kali sholat jum’at dan _ma’asyirol..’_ bagi Muhammadiyah adalah bid’ah tapi bagi NU adalah sunnah. Dari sini ditemukan komprominya yaitu tata cara sholat jum’at sesuai paham Muhammadiyah sedangkan imam dan khotib bergantian, sedangkan untuk sholat lima waktu, Muhammadiyah ‘mengurusi’ sholat dhuhur dan ashar dan jeda antara dhuhur dan ashar untuk kegiatan Muhammadiyah, sedangkan NU mengurusi sholat magrib, isya dan shubuh, sehingga bisa doa qunut.
Untuk sholat tarawih semula kedua ormas menyelenggarakan di Masjid yang sama sehingga menjadi lucu ketika tidak jelas suara imamnya siapa karena suara dua imam berdekatan dan jamaah kadang salah ketika mengucapkan aamiin padahal itu imam ormas lain. Oleh karena itu Muhammadiyah mengalah sholat tarawih di musholla-musholla Muhammadiyah dan NU di masjid, demikian pula dengan sholat ied, Muhammadiyah di lapangan SMP Muhammadiyah sedangkan NU di masjid, untuk kegiatan qurban sendiri-sendiri dengan cara yang berbeda kalau Muhammadiyah daging qurban diantar ke penerima melalui Ranting-Ranting.
Muhammadiyah mensyaratkan demi ukhuwah jangan membangun masjid NU atau Muhammadiyah cukuplah Masjid Pemerintah ini kita rawat bersama dan disepakati, padahal dibalik itu ada misi lain dari Muhammadiyah kalau misalnya masing-masing membuat masjid sendiri maka dikuatirkan masjid tersebut akan dikuasai oleh NU dan ibadahnya banyak bid’ahnya, taktik cerdas Muhammadiyah.
Namun lepas dari itu sesungguhnya kalau ditimbang-timbang sudah cukup adil terutama kaitannya dengan paham masing-masing bisa terlaksana di satu masjid. Ini unik karena di tempat lain biasanya penyelesaian perbedaan paham dengan membangun masjid sendiri-sendiri Kesepakatan yang telah ada lebih dari 50 tahun, para pelaku sejarah sudah banyak yang meninggal dan tidak ada bukti tertulis harus terus jadi komitmen lintas generasi dan tidak perlu dibahas lagi dikuatirkan timbul pikiran baru yang justru malah bisa merusak ukhuwah islamiyah.


Sumber : Buku 'Sang Surya di Bumi Asri, Rekam Jejak Gerakan Muhammadiyah di Wonosobo' ed. Rudyspramz, April 2023

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website