PDM Kabupaten Wonosobo - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kabupaten Wonosobo
.: Home > Sejarah

Homepage

SINAR SANG SURYA DI BUMI ASRI

                                                 SEJARAH GERAKAN DAKWAH MUHAMMADIYAH DI WONOSOBO                                  

                                                                                     

         Pada periode tahun 1926-1934, KH Ibrahim sebagai Hoofbestuur Moehammadijah, Gerombolan Muhammadiyah (istilah pada era KH Ahmad Dahlan) di luar Yogyakarta sangat digencarkan untuk didirikan. Begitu pula dengan yang terjadi di Wonosobo. Muhammadiyah masuk Wonosobo pada era kolonial, pada tahun 1926 dibawa oleh KH Mukmin dan KH. Zarkoni dari Banjarnegara, mereka berdua kemudian mengadakan pengajian-pengajian dan beberapa kali pertemuan di rumah Bapak Ponadi (Kejiwan) yang dihadiri Bapak Joened, Bapak Hasan Widayat dan Bapak Ihjan. Pertemuan pada tahun 1926 ini menjadi awal  Sejarah Pergerakan Muhammadiyah di Wonosobo, dalam pertemuan itu mereka bersepakat melakukan pembagian tugas : Bapak Ponadi menyebarkan dakwah Muhammadiyah di kota Wonosobo dan Bapak Joened di Desa Kalibeber Mojotengah.

      Pada saat itu Wonosobo masih dipimpin oleh seorang Adipati KDH RAA Sosrodiprojo, dan pergerakan Muhammadiyah masih terasa asing di masyarakat apalagi dakwah yang diusung adalah pemurnian ajaran Islam sesuai tuntunan Rasulullah yang sering bertentangan dengan adat istiadat setempat, sehingga mendapat tantangan dimana mana. Semakin berat  pada saat itu adalah tahun dimana pemerintah kolonial sangat mencurigai setiap gerakan yang bisa menimbulkan pemberontakan, namun perlahan tapi pasti beberapa tokoh mulai tertarik dengan Muhammadiyah. seperti pejabat pemerintah, para saudagar dan kaum pendidik.

         Pada tahun 1929 Bapak Joned mengenalkan dakwah Muhammadiyah ke Kota Wonosobo mendapat sambutan baik dan diikuti oleh Bapak Hadi Utomo (Puntuk)  dan Kyai Sulaiman (sudagaran), walaupun pada mulanya beliau menentang, namun akhirnya masuk Muhammadiyah karena kasihan dengan Bapak Hadi Utomo dan asal Muhammadiyah mendirikan sekolah. Ada yang menarik dari sosok Kyai Sulaiman ini beliau disegani oleh Kyai-kyai Nahdliyin.

         Untuk meningkatkan kualitas kader dan memberikan manfaat kepada masyarakat  pada tahun 1936 didirikan HIS (Holland Inlands School) Muhammadiyah Meden Qur'an sekolah, milik pribumi dengan pendidikan ala barat di teras rumah  Bapak Sarwono/Wongso Sumberan.

         HIS Muhammadiyah ini memiliki banyak murid sampai kelas 7. Adapun guru-gurunya : Bapak Kyai Sulaiman, Bapak Mangun Sujono, Bapak Ali, Bapak Rahmat, Bapak Tamam (guru agama), semua guru-guru dipanggil Menir. Sedangkan murid-murid HIS Muhammadiyah diantaranya  ibu Iklimah, Bapak Muhammad Toha (pemilik toko Tanjung), Bapak Carik Pegadaian, Bapak Kuswa (Kepala PU) Bapak Datam Wirya Sanjaya.

         Para guru dan murid HIS Muhammadiyah tersebut kemudian babad alas  memulai pergerakan Muhammadiyah di Wonosobo, ditandai dengan berdirinya kelompok-kelompok pengajian di berbagai tempat di Kabupaten Wonosobo yang pada waktu itu disebut ‘Gerombolan Muhammadiyah’. Sebagai basis gerakan Muhammadiyah saat itu di Kampung Sudagaran karena banyak sumber daya pendukung di kampung tersebut. Pada tahun 1935 Kyai Sulaiman, H. Abdullah Faqih dan beberapa tokoh yang lain  mendirikan gerakan Kepanduan Hizbul Wathan.

          Sementara itu pada tahun 1938 Bapak Joened bersama Bapak Samsuri, Bapak Kastolani, Bapak Ahmad Surur dan Bapak Tarmuji mengenalkan dakwah Muhammadiyah ke Kalibeber dengan mengadakan pengajian-pengajian,  namun selalu diganggu dan dimusuhi, oleh karena itu mereka kemudian mengadakan  pengajian di Masjid Pondok KH. Asy’ari dengan mengundang Kyai Sulaeman yang akrab dengan KH Asy’ari, namun pengajian itu dirintangi dan diganggu Kyai Murtadhlo dan Kyai Mudatsir dengan  cara memadamkan lampu, membuang sepatu dan sandal ke parit, dan penyebaran tuduhan negatif terhadap Muhammadiyah dengan mempertentangkan perbedaaan paham dan politik. Menyikapi peristiwa tersebut Kyai Sulaiman dengan semangat dan senyuman menyatakan bahwa dua orang itu akan menjadi ‘Jago Muhammadiyah’ dan terbukti Kyai Murtadhlo dan Kyai Mudatsir masuk Muhammadiyah sekaligus menjadi aktifis (ulama Muhammadiyah) di Cabang Mojotengah.

          Pada jaman Jepang masuk Indonesia, gerakan Dakwah Muhammadiyah di Wonosobo mengalami tantangan dengan ditutupnya HIS Muhammadiyah yang sudah berdiri sejak jaman kolonial dan semua sekolah yang ada, namun entah kenapa SD Pius bisa hidup kembali setelah Jepang meninggalkan Indonesia. Pada tahun 1945 setelah Proklamasi Kemerdekaan berdirilah Masyumi sehingga gerakan Muhammadiyah di Wonosobo agak ‘tenggelam’, karena banyak aktifis Muhammadiyah yang lebih banyak berkiprah di Masyumi.

           Pada tahun 1945 di Alun-alun Wonosobo dilaksanakan Sholat Ied untuk pertama kalinya yang diinisiasi oleh Kyai Sulaiman, tahun 1950 Muhammadiyah menjadi anggota istimewa Masyumi, ketika menghadapi pemilu tahun 1955, HW dan Pandu Islam yang dipelopori oleh Bapak Sumaji dan ibu  Sundiyah dimanfaatkan untuk meramaikan kampanye Masyumi di pemilu tahun 1955.

           Pada tahun 1955 Masyumi kalah dan tidak dapat kursi  di Wonosobo, Kyai Sulaiman kecewa dan diajak saudara pindah di Lampung, sehingga pada tahun 1959-1962 Muhammadiyah mengalami kevakuman kepemimpinan karena berpindahnya Kyai Sulaiman ke Lampung. Oleh karena itu pada tahun 1963 H. Muhammad Zaid dipanggil Mbah Hanafi (Selomerto) untuk meneruskan perjuangan menyebarkan Muhammadiyah di Wonosobo dengan membantu Muhammad Toha yang kemudian membentuk tim Mubaligh terdiri dari H Muhtarudin Abbas, Muh. Kosim, Muh. Bajuri, Muh Zawawi dan Makmur untuk pengembangan dakwah Muhammadiyah ke pelosok Wonosobo. Pada tahun 1963 itu juga Bapak Ponadi dan  Bapak Joned berkumpul di rumah Hadi Utomo membahas perkembangan Muhammadiyah Wonosobo yang masih berwujud kelompok-kelompok pengajian atau ‘Gerombolan Muhammadiyah’ yang kemudian menjadi cikal bakal Ranting dan Cabang Muhammadiyah.

 

Perintisan dan Pengembangan dakwah Muhammadiyah ke Cabang dan Ranting          

Perjuangan dakwah pengembangan Cabang dan Ranting sudah dimulai sejak tahun 1950 tercatat Kyai Sulaiman mengenalkan Muhammadiyah di Desa Karangmangu dengan Dakwah kultural ikut aktif dalam kegiatan kesenian, menari dan menyanyi dalam acara merdi desa dengan tujuan  agar dekat dengan masyarakat yang kemudian berkembang menjadi pengajian. Kemudian pada tahun 1968.  H. Mohammad Zaid, H. Muhtarudin Abbas dan Ustdz. Salim Yahya pertama kali mengunjungi Desa Selomanik Kaliwiro naik kereta api sampai Gunung Tawang terus jalan kaki naik keatas masuk hutan yang masih banyak binatang buas, kemudian menuju ke Desa Karangmangu bertemu Abdul Manan Carik Desa Karangmangu dan Kyai Surur di Masjid. Mereka kemudian mengadakan pengajian.

Perjalanan ke Karangmangu Kaliwiro yang berjarak sekitar 27 km dari pusat kota Wonosobo ditempuh sekurang-kurangnya  2 malam jalan kaki, karena kendaraan umum jarang sekali. Jalan juga masih rolakan, menyusuri jalan setapak, sewaktu waktu bisa muncul hewan buas, belum lagi kalau hujan, licin. Selain tenaga dan pikiran juga dana dari mereka sendiri karena saat itu belum ada dana dakwah. Dengan modal semangat juang dan keikhlasan yang luar biasa berulang kali menembus hutan kaliwiro demi merintis dan mengembangkan Muhammadiyah.

Perjalanan ke Desa Karangmangu juga bisa ditempuh dari Desa Krasak terus menyusuri jalan tanah, becek dan licin ada jalan rolakan masuk Desa Kecis, kemudian masuk ke hutan belantara pinus bernama Sitokop, dari Sitokop masih harus menempuh perjalanan menuju Desa Winong, penuh dengan kebun dan pepohonan juga binatang buas. Setelah melewati Desa Winong, jarak sudah dekat, mereka masuk Kauman dan selanjutnya sampai ke Dusun Karangmangu.

Perjuangan tak kenal lelah itu membuahkan hasil warga Karangmangu hampir 100 % mengenal agama Islam dan aktif di Persyarikatan. Kemudian berdirilah Muhammadiyah Cabang Kaliwiro sebagai Ketua Kyai Surur dan terus diadakan pengajian selapan yang rutin didatangi oleh PDM

Penyebaran dakwah Muhammadiyah ke Desa Mlandi bersaing dengan dakwah Nahdlatul Ulama, tidak menyurutkan langkah H. Muhammad Zaid, H. Muhtarudin Abbas dan Ustdz. Salim Yahya dari Wonosobo jalan kaki ke Desa Kalibeber kemudian mengambil jalan kompas lewat Desa Wonokromo dan Desa Tegalsari menyusuri jalan setapak yang terbuat dari tanah, jalanan kadang menurun kadang naik, licin kalua tidak hati-hati bisa terpeleset, kanan kiri pepohonan, binatang buas  seperti celeng dan ular berbusa kadang bertemu. Pernah suatu ketika karena hari sudah gelap, mereka pernah nyasar ke kuburan tapi akhirnya sampai juga ke Desa Mlandi sudah maghrib. Dalam perkembangannya kemudian berdiri Cabang Muhammadiyah Mlandi beserta Amal Usahanya.

Ketika perjalanan dakwah ke Desa Tieng, mereka bertiga pakai mobil ‘coakan’ cuma sampai Kejajar terus jalan kaki kaki naik ke Desa Tieng, disana disambut baik dan adakan pengajian. Pada saat itu di Kejajar dan Tieng kebanyakan Masyumi, didatangi dan dijelaskan bahwa Masyumi sudah membubarkan diri oleh karena itu warga disarankan masuk dan aktif di Muhammadiyah.

 Dalam perjalanan dakwah H. Muhammad Zaid, H. Muhtarudin Abbas dan Ustdz. Salim Yahya ke Desa Bener Kepil naik bis dari Wonosobo sampai Sapuran terus lanjut jalan kaki lewat Desa Pecekelan sampai Desa Pecekelan tiba-tiba hujan lebat, basah kuyub dan hari telah gelap untuk penerangan pakai obor blarak (kelapa), ketika sampai  ke lokasi di Masjid ternyata tidak ada yang datang ke pengajian, Bapak Mansur yang mengundangpun tidak berangkat, pengajianpun akhirnya tidak bisa terlaksana, namun mereka tetap gembira dan menginap di Masjid.  

Perintisan ke Wadaslintang dilakukan oleh para Penilik Pendidikan Agama yang kebetulan tugas dinas di Wadaslintang antara lain : Bapak Sukasno, Bapak Zunani, Bapak Santiaji, Bapak Muhson, Bapak Santiaji, Bapak Mufarihun. Peserta pengajian kebanyakan orang-orang PNI, bahkan tokoh PNI wakaf tanah yang akhirnya ditanah tersebut dibangun Masjid At Taqwa.

           Masuknya Muhammadiyah ke Desa Margolangu Kalibawang secara tidak langsung ada pengaruh dari datangnya Muhammad Zaid, H. Muhtarudin Abbas dan Ustdz. Bapak Salim Yahya ke desa tersebut karena mendengar dan melihat orang-orang yang berbuat syirik, takhayul dan bid’ah. Suatu saat beliau bertiga datang ke Desa Grugu Kaliwiro atas saran dari Bapak Abdullah Anshor dimana di desa tersebut mayoritas Kristen, berjalan kaki di tengah jalan di salip mobil jeep yang ternyata didalamnya misionaris nasrani yang membawa obat-obatan dan melakukan kegiatan pengobatan di desa tersebut yang diduga bagian dari strategi kristenisasi, menyadarkan kelemahan kita yang  sering cuma dakwah, bicara, mengajak, sementara mereka sudah berbuat nyata membantu pengobatan masyarakat desa tersebut

 

Berdirinya Organisasi Muhammadiyah Wonosobo

          Muktamar Muhammadiyah ke 34 tahun 1959 memutuskan penataan struktur organisasi mulai dari Pimpinan Pusat (PP), Koordinator Daerah ditingkat Karesidenan dan Koordinator Cabang ditingkat Kabupaten dengan syarat minimal memiliki 5 Ranting, ‘Gerombolan Muhammadiyah’ kemudian menjadi Ranting.  Sebagai Koordinator Cabang Wonosobo Hadi Utomo, Sekretaris Suratman dan Bendahara  Sukirno dan anggota Sumaji dan Syamsudin.                           

          Pada Muktamar Muhammadiyah di Makasar tahun 1967 Koordinator Cabang diganti Pimpinan Muhammadiyah Daerah (PMD) di tingkat Kabupaten. Melalui Musyawarah Cabang-Cabang Muhammadiyah se-Daerah Wonosobo pada tanggal 11 Juni 1967 disyahkan sebagai  Ketua Mohammad Toha, namun dalam perjalanannya beliau tidak mampu melaksanakan tugas kemudian diteruskan wakilnya H.  Mohammad Zaid.

         Pada tahun 1968 Muhammadiyah Wonosobo mengadakan Musyda terpilih sebagai Ketua PMD adalah Drs. R. Soeharto yang waktu itu masih menjadi guru SPG Wonosobo. Namun pada tahun itu juga karena pindah tugas ke SPG di Pekalongan maka yang menjabat sebagai Ketua PMD adalah H Mohammad Zaid sampai diadakan Musyda pada  tahun 1971 yang kemudian memilih dan mengesyahkan H. Mohammad Zaid sebagai Ketua PDM Wonosobo. Total Beliau menjabat 5  Periode  sejak tahun 1968-1990.

          Pada periode tersebut, PDM sering mengadakan silaturahmi dengan Pemerintah Daerah (Bupati Wonosobo)  sehingga mendapat dukungan yang semakin memperlancar kegiatan dakwah dan pendirian Amal Usaha Muhammadiyah. Salah satu respon postif dari Bupati Wonosobo saat itu sekitar tahun 1985 Drs. Sukamto dalam kegiatan peresmian sebuah PKU Muhammadiyah di Desa Tieng menyanyikan lagu ‘perangko Muhammadiyah’ di panggung. Dalam sebuah kesempatah sekitar tahun 1990  Bupati Wonosobo Drs. Sumadi pernah berkunjung ke SMA Muhammadiyah Wonosobo menyetujui permintaan PDM berupa laboratorium agama (Masjid) yang kemudian pemerintah daerah mengurus proses pendirian Masjid yang merupakan bantuan dari Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila (YAMP).

         Dalam penyebaran dakwah Muhammadiyah di Wonosobo menghadapi tantangan gesekan dengan Nahdlatul Ulama karena Wonosobo termasuk basis Nahdliyin terutama saat sholat Ied di lapangan namun semua bisa diatasi dengan baik karena hubungan yanga baik antara tokoh NU KH Muntaha Al Hafidz dengan H. Muhammad Zaid, sama-sama satu alumni dari Pondok Termas.

Secara lengkap Ketua PDM Wonosobo sejak Tahun 1962- sekarang : Periode 1962-1966 : Hadi Utomo, Periode 1967-1968 : H. Muhammad Toha. Periode 1968-1969 : Drs. R. Soeharto. Periode : 1969-1971 KH Mohammad Zaid (Pj). Periode 1971-1990 : KH Mohammad Zaid. Periode 1990-2000  : H. Teguh Ridwan,BA. Periode 2000-2002 : HM. Suhardi. Periode 2002-2005 : H.Muhtarudin Abbas. Periode 2005-2015 : Ir. H. Sholeh Yahya. Periode 2015 – 2027 Drs H. Bambang WEN, MM

Perkembangan yang menonjol dari setiap Periode Kepemimpinan, KH Mohammad Zaid : mengadakan Pengajian Fungsional yang diikuti oleh pejabat pemerintah, diprakarsai dan diatur oleh Muhammadiyah secara rutin 3 bulan sekali dengan basisnya di Kantor Pos dan Rutan sampai dengan periode Bapak Sukamto sebagai Bupati Wonosobo sekitar tahun 1985, Pengadaan tanah untuk pendirian dan pengembangan SMA Muhammadiyah Wonosobo ketika masih di Argopeni sampai dilokasi yang sekarang, Pembangunan Masjid Al Arqam, Pengajian Ahad Pon dengan pemateri dari PP yaitu Bapak H. Djindar Tamimi dan Bapak H. Daris Tamim di Kantor PDM, SMP Muhammadiyah dan SMA Muhammadiyah, peserta Pimpinan Daerah, Cabang Ranting dan seluruh warga Muhammadiyah, Pengembangan Cabang, Ranting dan AUM.

Periode H. Teguh Ridwan, BA : Perintisan SMK Muhammadiyah 1 Wonosobo, perpindahan Balai Pengobatan ‘Siti Fatimah’ dari Sudagaran ke tanah milik Bapak Teguh Ridwan di Sudungdewo, Pengajian Ahad Pon dengan pembicara dari Pimpinan Muhammadiyah Pusat, Wilayah, Daerah, pengembangan Cabang, Ranting dan AUM.

Periode Ir. H. Sholeh Yahya : perintisan dan pengembangan Balai Pengobatan ‘Siti Fatimah’ menjadi RS PKU Muhammadiyah Wonosobo dan pengembangan Cabang, Ranting dan AUM.

Periode Drs. H. Bambang WEN, MM : Perintisan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah (Stikesmu) Wonosobo, pembenahan Kantor PDM, Pengembangkan RS PKU Muhammadiyah Wonsobo, Revitalisasi Masjid Al Arqam menjadi Islamic Centre Muhammadiyah Wonosobo dan  pengembangan Cabang, Ranting dan AUM.

 

Perintisan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM)

Rintisan Amal Usaha Muhammadiyah Wonosobo sejak awal berdirinya pada tahun 1936 Berdiri HIS (Holland Inlands School) Muhammadiyah Meden Qur'an dirumah bapak Wangsa Sadrana di Sumberan Wonosobo. Pada tahun 1950 berdiri Sekolah Menengah Islam (SMI) yang bertempat di Komplek Masjid Al Mansyur Wonosobo kemudian berpindah ke SMP Negeri I Wonosobo dengan waktu belajar sore hari yang menjadi cikal bakal SMP Muhammadiyah 1 Wonosobo dengan pengajar waktu itu adalah Bapak Muh. Datam. Pada tahun 1953 SMI berubah menjadi SMP Muhammadiyah 1 dan berpindah gedung baru dengan Kepala Sekolah pada tahun 1956 Bapak Muhammad Fadlun, BA

Pada tahun 1966 berdiri IKIP Muhammadiyah Wonosobo Cabang Surakarta dengan dekannya Bapak Drs. Muhsin. Pada tahun 1970 berdiri STM Muhammadiyah jurusan mesin  dipimpin Bapak Najmudin, BA. Pada tahun 1970 berdiri Institut Agama Islam Muhammadiyah (IAIM) Cabang Surakarta dipimpin Bapak Muhsin.

Pada tahun 1979 berdiri SMA Muhammadiyah dengan kepala Bapak Munir. Pada tahun 1986 berdiri Madrasah Aliyah Muhammadiyah (MAM) Kepil dengan kepala MU. Prawoto, BA. Pada tahun 1997 berdiri SMK Muhammadiyah 1 dengan kepala k Imron Rosyadi. Pada tahun 2009 berdiri SMK Muhammadiyah 2 di Wadaslintang dan pada tahun 2010 berdiri SMK Muhammadiyah 3 di Kaliwiro.

Pada tahun 2015 berdiri RS PKU Muhammadiyah Wonosobo dengan ijin operasional SK Bupati nomor : 445.8/397/2015 tanggal 24 Agustus 2015. Pada tahun 2018 berdiri Stikes Muhammadiyah Wonosobo program studi Sarjana Farmasi (S1) dengan ijin operasional Menristek dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia nomor : 878/KPT/I/2018.

Secara keseluruhan PDM Wonosobo sampai tahun 2023 ini memiliki 78 Masjid, 45 Musholla, 46 Madrasah Diniyah dan TPQ, 8 Pondok Pesantren dan MBS, 25 PAUD, 37 TK ABA, 18 SDM/MIM, 9 SMP/MTsM, 5 SMA/SMK/MA, 1 Stikesmu, 1 RS PKU, 4 PAY dan didukung 17 PCM dan 139 PRM beserta organisasi otonom (ortom).

 

 

 

Sumber : Buku ‘Sinar Sang Surya di Bumi Asri, Rekam Jejak Gerakan Muhammadiyah Wonosobo” TP2SM April 2023.


Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website